Wanita Doyan Makan

4 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Wanitad an AI
Iklan

Wanita doyan makan itu pantas disematkan kepada Dian. Pasalnya, ia selalu mengucap aku sedang lapar. Apakah kamu punya sesuatu untuk aku makan?

***

Toktoktok

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Aku sedang lapar. Apakah kamu punya sesuatu untuk aku makan?”

Dimas menoleh. Ia tak menyangka kalimat itu kembali didengarnya. Setelah sekian lama kalimat itu tak pernah didengarnya. Dimas bangkit dari kursi dan menuju sumber suara itu. Seorang wanita dengan memakai gaun merah setinggi lutut berdiri diambang pintu. Dua tahun lalu, wanita itu pergi meninggalkannya menuju Jakarta untuk mengubah nasib. Kini, ia sudah berpenampilan modis layaknya warga ibukota.

“Dian,” tukas Dimas sembari memeluk erat Dian, pemilik suara itu.

“Sejak kapan kamu balik ke Surabaya?” tambah Dimas seraya menatap mata Dian.

Dian melepas pelukan erat Dimas. “Baru tadi mas. Ini juga baru sampai. Langsung cus meluncur ke tempat ini. Tempat terakhir aku mengucapkan ‘aku sedang lapar. apakah kamu punya sesuatu untuk aku makan?’ Dua tahun lalu.”

Dimas tersenyum.

“Kamu tetap ya, nggak berubah. Tetap jadi Dian yang lucu,” kata Dimas, mengacak-acak rambut Dian.

“Tentu,” balas Dian sembari menepis tangan Dimas. “Meski tempat ini sudah berubah. Dan penampilanku semakin cantik. Tapi untuk bermanja denganmu tentu tidak akan berubah, mas,” lanjutnya.

“Bisa aja kamu.”

“Ngomong-ngomong kamu nggak mempersilahkan aku duduk nih mas? Capek tau berdiri terus. Perjalanan Jakarta-Surabaya kan jauh,” goda Dian.

Dimas menarik napas panjang. Ia beranjak dari memandang empat mata Dian menuju kursi.

“Sampai lupa aku. Silahkan duduk nona, pemilik senyum paling manis se-Surabaya, Dian Naswari Anjani.”

“Lagi-lagi gombal.”

Dimas menatap nanar Dian.

---

“Jadi seperti itu ceritanya kenapa kamu pulang ke Surabaya?” tanya Dimas.

“Ya, kurang lebih gitu deh mas,” sahut Dian.

Dimas berusaha menggoda Dian. “Tapi kayaknya bukan itu deh alasan kamu pulang kampung ke Surabaya. Kamu pasti kangen aku kan? Secara kita sudah nggak ketemu dua tahun. To be honest, aku kuangen pol sama kamu, Dian.”

“Tuh kan, pasti nyangkanya aku kangen kamu. Padahal iya juga sih…”

Dimas melongos sembari tersenyum kecil.

Lewat obrolan singkat itu, Dian bercerita bahwasanya ia pulang ke Surabaya untuk bertemu dengan Rasya, adiknya yang sedang kuliah di Malang. Kangen, katanya.

“Oh ya, gimana kabarnya Rasya?”

“Ya gitu deh mas.” Dian menatap Dimas. Ia berupaya meledek Dimas. “Semakin tinggi si Rasya. Kamu kayaknya kalah tinggi deh, mas.”

Dimas tersenyum kecut. “Emang dari dulu aku pendek kali…” timpalnya.

“Mangkanya olahraga mas. Jangan tidur mulu!” ledek Dian kembali.

“Udah olahraga cuma emang gen-nya gini, nona!”

“Sumpah ya mas. Aku di Jakarta tuh kuangen banget dipanggil nona. Sampe-sampe ada cowok yang mukanya kayak kamu. Aku ngelihatin mulu dia. Lah dikiranya aku suka dia. Terus  dikiranya aku perebut laki orang sama temenku,” beber Dian.

Dimas melempar pertanyaan. “Kok bisa dikira pelakor?”

“Dia udah punya anak empat tau!” balas Dian.

Dimas tersenyum. Ia menantikan adegan ini sejak dua tahun lalu. Dian bercerita tentang kegiatan sehari-harinya dan Dimas hanya menimpalinya dengan senyum. Senyum yang dirindukan oleh Dian sejak dua tahun lalu.

Dimas menatap Dian. “Dian…”

“Apa mas?” kata Dian tanpa menatap Dimas.

Dimas meraih tangan Dian. “Tatap aku nona!”

“Apa sih mas?”

“Kamu nggak kangen ta?” tanya Dimas dengan menggenggam tangan Dian.

“Kangen siapa? Rasya? Nah ini kesini kan karena kangen Rasya!” tatap Dian.

“Bukan!” sanggah Dimas. “Kangen aku? Kamu nggak kangen aku ta?” tanya kembali Dimas.

“Hmm… gimana ya?” Dian melepas genggaman Dimas. “Nggak sih…” lanjutnya.

Dimas melongos. “Huh, sabar!” katanya.

“Nona, nggak ada yang kamu kangenin dari aku apa?”

“Apa sih mas maksudnya? Aseli aku nggak ngerti tau!” Dian menatap Dimas kembali.

Dimas menggeleng. Serba susah ngomong dengan Dian.

“Baiklah kalau begitu!” tambahnya.

“Aku dari tadi disini nggak pengen ditawarin gitu?”

Dimas bersemangat, “Ditawarin gimana?”

“Ya, ditawarin!”

“Kalau kamu mau ya, gass aja sih, aku tancap deh!”

“Tancap apaan mas? Aseli aku nggak paham kamu ngomongin apa?”

“Lah, kamu juga ngomongin apa?”

“Aku tuh ngomongin….” Dian menempel jari jemarinya didagu. “Ngomongin apa hayo?” imbuhnya.

“Apaan? Udah deh langsung aja nggak usah basa-basi. Kalau nggak aku tinggal loh!” Dimas mengancam. “Kalau kamu mau, gas aja deh! Aku udah siapin pelicin!”

“Ngapain pake nyiapin pelicin segala sih mas? Tuh, kan kamu pasti berpikir jorok!”

“Abisnya kamu buat aku pusing!”

“Jadi gini mas…” Dian menceritakan. “Kamu tau kan kebiasaan aku dulu? Nah kebiasaan ku itu nggak berubah dari dulu mas!”

“Kalau mas Dimas beneran kekasih hati Dian. Pastinya mas Dimas tau!” tambah Dian.

Dimas menggeleng. Ia benar-benar lupa kebiasaan apa yang sering dilakukan oleh Dian. Dimas berpikir. Dian semakin cemberut. Dimas menatap Dian. Dian melongos. Itu terus terjadi sampai Dian cemberut seperti bibirnya bebek. Meski cemberut, Dian tetap cantik.

“Masak aku harus ngomong terus apa kebiasaan aku dulu sih mas?” sergah Dian.

Dimas masih menggeleng. Ia tak habis pikir wanita satu ini begitu lucu. Dian semakin cemberut, “Huh.”

Dimas mengingat-ngingat apa yang menjadi kebiasaan Dian dulu.

“Aaaa, aku tau…” kata Dimas sejurus menyibakkan poni rambutnya.

Lantas, ia menirukan suara Dian. “Aku sedang lapar. Apakah kamu punya sesuatu untuk aku makan?”

Dian bersemangat.

“Akhirnya, mas Dimas beneran pinter deh!” tambah Dian.

“Dasar, wanita polifagia! Baiklah akan aku buatkan mie goreng Aceh!” kata Dimas sejurus kemudian meninggalkan Dian di ruang tamu menuju dapur.

Dian tersenyum sesaat kemudian. “Lucu juga ya mas Dimas.”

---

Jakarta memberinya gaun merah dan gincu mahal, tapi tidak ada yang bisa menggantikan cara Dimas menatapnya dengan polos.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Dimas Bagus Aditya

Jadikan Jiwa Mudamu Mengukir Sejarah!

0 Pengikut

img-content

Perempuan di Gerbong Empat

Rabu, 30 November 2022 07:35 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua